Skala Prioritas dan Parameter Otentik!

 



Belakangan ini saya terbesit untuk memahami antara ekspektasi dan motivasi. Saya rasa motivasi menjadi hal utama seseorang dalam melakukan kegiatanya, namun  dalam sebuah motivasi di dalamnya berisi berbagai ekspektasi atau hal yang belum terjadi dan menjadi tujuan.

 

Dari pemahaman sederhana tersebut, seseorang memiliki ekspektasi berdasarkan apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, apa yang mereka rasa atau apa yang mereka baca. Hal ini berkaitan dengan refrensi keseharian mereka.

 

Tidak ada aturan ataupun parameter baku tiap individu untuk berekspektasi atau mencari motivasi dalam setiap hal yang mereka lakukan, namun dari fenomena tersebut ada hal yang krusial dalam setiap aksinya. Hal tersebut adalah skala prioritas.

 

Menurut  Howard Gardner, ia mengemukakan bahwa penentuan skala prioritas itu erat kaitanya dengan kecerdasan seseorang. Hubungan antara skala prioritas dan kecerdasan seseorang adalah bahwa setiap individu memiliki kombinasi unik dari berbagai jenis kecerdasan yang dapat mempengaruhi preferensi mereka dalam mengalokasikan waktu, upaya, dan sumber daya. 


Teori multiple intelligences oleh Howard Gardner mengidentifikasi delapan jenis kecerdasan yang berbeda, seperti kecerdasan linguistik-verbal, logika-matematis, visual-ruang, dan lainnya. Individu dengan kecerdasan tertentu cenderung memberikan prioritas pada area-area yang sesuai dengan kecerdasan mereka yang kuat.

 

Namun ia juga mengemukakan bahwa kecerdasan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi skala prioritas, karena nilai, kepercayaan, pengalaman, dan faktor-faktor lain juga memainkan peran penting dalam menentukan apa yang dianggap penting dan bagaimana skala prioritas individu terbentuk.

 

Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dalam menentukan skala prioritas sangatlah kompleks dan tidak sederhana, memerlukan pengetahuan, pola pikir logis dan juga pengalaman. Hal ini bisa dijadikan indikator seseorang apakah benar-benar kompeten atau tidak, dengan mengetahui apa yang menjadi prioritasnya maka sebagian informasi terkait personality sudah terjawab.

 

Kadang saya bertemu orang-orang yang memiliki motivasi besar, ekspektasi tinggi namun mereka melupakan hal-hal basic yang fundamental. Katakanlah mereka ingin menggeser gunung dan menguras lautan namun ia lupa bahwa mereka masih merangkak dan belum memakai celana.

 

Ini menjadi pengingat saya ketika secara tidak sadar membicarakan hal-hal besar, merasa penting dan menjadi orang primer, akan tetapi mengelola dirinya sendiri saja belum tentu, sekadar untuk bangun sholat subuh saja kadang terlanjur matahari sudah tinggi, hal demikian yang menjadikan diri saya terus berbenah. Agar tidak loncat melewati hal-hal dasar nan fundamental.

 

Menurut saya, hal-hal besar tidak datang dengan instan melalui shortcut. Mungkin beberapa orang mengagung-agungkan relasinya dalam mendatangkan hal besar, akan tetapi natural habbit yang mereka bawa tidak bisa disembunyikan, seiring berjalanya waktu akan terus mendesak untuk tetap sejalan. Hal demikian sangat berat ketika hal besar tidak dimulai dengan berurutan dari yang sederhana menuju hal kompleks.

 

Fake masking dalam impresi menurut saya tidak menjadikan kita hebat, hanya akan membawa penyesalan dalam diri dan membawa kekecewaan orang disekitar yang terlanjur tergocek. Saya sendiri lebih menghargai hal-hal kecil yang mendasar namun hal tersebut konsisten dan muncul sebagai motivasi internal. Bukan muncul sebagai hal untuk mengimpresi orang lain.

 

Dengan kata lain, menjadi otentik adalah hal yang langka untuk saat ini. Saya hanya berharap teman-teman yang membaca tulisan ini sedikit mereview apa yang sedang berjalan pada diri kita, apakah ini sesuatu yang krusial? Apakah ini berdampak signifikan? Minimal kita tahu bahwa apa yang kita lakukan bukanlah hal yang sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar