Apa yang Tersisa Saat Semua Sorotan Padam?

 


Hidup ini seperti menapaki labirin. Di setiap sudut, kita dihadapkan pada pilihan: mengikuti jalur yang ramai dan berkilau, atau memilih jalan yang sepi, namun penuh makna. Sering kali kita tergoda dengan definisi keberhasilan yang seragam: harta, status, dan pengakuan instan. Sosmed memperkuat ilusi ini, menampilkan potret kehidupan yang seolah sempurna: liburan mewah, barang branded, atau pengikut yang tak terhitung jumlahnya. Tapi, benarkah kebahagiaan hanya sebatas apa yang bisa kita pamerkan? Atau, adakah sesuatu yang lebih dalam, yang luput dari sorotan layar?


Saya sering merenung tentang apa yang membuat kita merasa hidup. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang terobsesi dengan apa yang tampak, saya melihat banyak dari kita terjebak dalam perlombaan tanpa garis akhir. Kita mengejar validasi, membandingkan diri dengan orang lain, dan kadang lupa bertanya: “Apa yang sebenarnya saya inginkan?” Fenomena ini bukan hal baru, tapi kini semakin nyata. Media sosial, misalnya, telah menjadi panggung di mana kita dinilai dari jumlah likes atau estetika foto, bukan dari perjuangan, mimpi, atau kebaikan yang kita tanam dalam diam. Algoritma memperkuat ini, mendorong kita untuk menampilkan versi terbaik atau bahkan sisi palsu dari diri kita.


Namun, saya percaya, hidup bukan hanya tentang apa yang terlihat di permukaan. Hidup adalah tentang proses, tentang bagaimana kita bertumbuh, bagaimana kita menghadapi kegagalan, dan bagaimana kita menemukan makna di tengah keterbatasan. Saya teringat pada mereka yang bekerja keras di balik layar: seorang guru yang mengajar dengan penuh dedikasi meski tanpa sorotan, seorang relawan yang membersihkan sampah di pantai tanpa harap puji, atau seseorang yang merangkai mimpi meski dunia tidak selalu melihatnya. Mereka mengajarkan saya bahwa nilai sejati kita bukan pada apa yang kita miliki, melainkan pada apa yang kita berikan dan siapa yang kita sedang menjadi.


Hustle culture atau tekanan untuk selalu “sukses” di usia muda, sering kali membuat kita lupa pada esensi ini. Kita didorong untuk mengejar target gaji besar, jabatan tinggi, atau pengakuan yang seolah itu satu-satunya ukuran keberhasilan. Tapi, bukankah keberhasilan juga bisa berarti bangun setiap pagi dengan hati yang damai? Bukankah kebahagiaan bisa ditemukan dalam percakapan sederhana dengan orang terkasih, atau dalam momen ketika kita merasa telah melakukan sesuatu yang benar, sekecil apa pun itu?


Saya tidak mengatakan bahwa material tidak penting. Kita hidup di dunia nyata, di mana kebutuhan dasar harus dipenuhi, dan stabilitas finansial memberi kita ruang untuk bermimpi. Tapi, ketika material menjadi satu-satunya lensa untuk melihat hidup, kita kehilangan sesuatu yang jauh lebih berharga: kemampuan untuk menghargai proses, untuk merayakan perjuangan, dan untuk menemukan keindahan dalam hal-hal yang tidak bisa diukur dengan angka. Dunia mungkin menghargai kilau, tapi hati kita tahu bahwa kebahagiaan sejati lahir dari makna.


Saya hanya ingin mengatakanya pada diri saya sendiri:  jangan biarkan dunia mendikte apa yang membuatmu berharga. Media sosial mungkin menawarkan standar yang seragam, tapi hidupmu adalah kanvas unik. Pilihlah untuk melangkah dengan caramu sendiri, meski jalannya tidak selalu mulus. Rayakan setiap langkah kecil, setiap kegagalan yang mengajarkanmu sesuatu, dan setiap momen ketika kamu memilih untuk tetap setia pada nilai-nilaimu. Karena pada akhirnya, yang terpenting bukan seberapa banyak yang kamu miliki, melainkan seberapa utuh kamu sebagai manusia.


Ada hari-hari ketika dunia terasa berat, ketika kita merasa tersisih karena tidak memenuhi ekspektasi yang ditetapkan oleh orang lain. Tapi, di saat-saat itu, ingatlah: kita tidak sedang berlomba dengan siapa pun. Kita sedang menempuh perjalanan masing-masing, dengan peta yang kita  gambar sendiri. Dunia mungkin sibuk mengejar kilau, tapi kita punya kebebasan untuk mencari “harapan”  yang lahir dari mimpi, kebaikan, dan keberanian untuk menjadi diri sendiri.


Kita melangkah bukan untuk membuktikan apa pun pada dunia, melainkan untuk menghormati perjalanan kita. Menciptakan makna di tengah dunia yang sibuk menghitung harta. Karena hidup adalah tentang melampaui kilau, tentang menemukan apa yang membuat kita merasa hidup, dan berani mengejarnya dengan hati yang terbuka.


 

3 komentar:

  1. Balasan
    1. Meninggalkan jejak di sini 🥹

      Hapus
    2. Saat semua sorotan padam, kita bisa menciptakan cahaya kita sendiri untuk kita

      Hapus