Batasan berperilaku moderat dalam beragama dan berbudaya
Jika kita menelisik kembali proses kedatangan islam di Nusantara, maka
tidak akan terlepas oleh peran Walisongo dalam menyi’arkan ajaran islam
khususnya di pulau jawa. Terbukti sekarang islam merupakan agama yang paling
banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhinya
antara lain tentang kesamaan kasta dan proses masuk, serta ritual ibadahnya
yang mudah dalam islam.
Dimasa awal penyebaran islam, walisongo tidak mengajarkan ilmu-ilmu
agama ayat per ayat secara langsung dari al-quran dengan ceramahnya, namun
menyampaikan esensi agama islam dengan kemasan kesenian jawa seperti wayang,
musik gamelan dan unsur budaya jawa lainya. Faktor inilah yang membuat
masyarakat yang dulunya menganut kepercayaan nenek moyang menjadi islam.
Dan langkah ini juga yang mempengaruhi “kemurnian” islam di
Indonesia sekarang. di sisi lain sudah banyak golongan umat muslim indonesia
yang bergerak menuju islam yang
benar-benar berdasarkan al-quran dan hadist. Namun masih banyak juga
umat islam di Indonesia yang ibadahnya tercampur aduk dengan sisa-sisa
kebudayaan nenek moyang. Sebenarnya dengan banyaknya para intelektual agama di masa sekarang,
unsur-unsur sinkretisme budaya dan agama yang berkembang sudah harus mulai di
luruskan agar semua ibadah diorientasikan pada al-quran dan hadist.
Untuk memurnikan islam dari pengaruh-pengaruh budaya nenek moyang
bukan merupakan perkara yang mudah, sebab setiap golongan memiliki prinsip dan
keyakinan yang kuat. Selain itu, yang mungkin menjadi kendala adalah sifat
umatnya yang berpikiran tertutup, taklid
(terlalu yakin dengan satu sumber-guru) dan perilaku hanya ikut-ikutan.
Pada intinya, perbedaan pendapat dan laku ibadah mungkin memang
sudah menjadi ketetapan allah, tujuan memurnikan ajaran islam harus terus kita
upayakan walaupun bisa dikatakan hal yang susah. Tetapi setidaknya akan
mengurangi hal-hal yang sesat terkait dengan budaya nenek moyang.
Peran konsep islam moderat disini berlaku sebagai penyeimbang agar
kita tidak terlalu jauh dalam melakukan ibadah yang “sinkretik” dengan
kebudayaan lokal yang dibawa nenek moyang dan juga agar kita tidak terlalu
eksplisit dalam menyalahkan apa yang orang lain yakini walaupun hal tersebut
memang terbukti salah atau menyimpang. Dengan kata lain Islam moderat membatasi
kita untuk menanggapi suatu hal dengan terlalu berlebihan.
Yang perlu kita pegang ketika memaknai konsep Islam moderat yaitu
yakin bahwa refrensi dalam islam hanya pada al-quran dan hadist. Jadi ketika
kita melakukan ibadah yang sifatnya tercampur dengan kebudayaan, kita tidak
boleh meyakininya terlalu dalam dari segi agama karena mungkin hal tersebut
tidak ada tuntunanya dalam al-quran maupun hadist.
Untuk itu, kita hanya perlu memandang hal-hal tersebut sebagai
warisan budaya dan memang murni budaya bukan ritual menyembah nenek moyang
ataupun yang lain. Contoh, dalam
ritual budaya Mitoni masyarakat
jawa pada bayi berusia 7 bulan dalam kandungan,
jika dilihat dari segi kebaikan memang tidak ada yang salah ketika mensyukuri
dan mendoakan sang janin bayi dalam kandungan, kemudian membagikan rejeki pada
masyarakat sekitar. Tetapi jika dilihat dari segi agama, harus dipertanyakan
lagi niat memanjatkan doa dan membagi rejeki tadi untuk siapa? Apakah murni
berdoa kepada Allah? Sedangkan dalam al-quran dan Hadist tidak ada anjuran
untuk hal tersebut, malah kegiatan tersebut hanya ada pada masa nenek
moyangnya. Tentunya hanya yang punya hajat yang tahu.
Maka dari itu, sebelum kita bisa menghilangkan praktik-praktik sinkretik
semacam itu dalam masyarakat, setidaknya dapat dimulai dari diri kita untuk tidak
menghakimi secara terang-terangan bahwa itu hal yang salah, kita bisa merubah
sudut pandang kita dan memandang fenomena tersebut sebagai murni budaya bukan
ibadah.
Hal tersebut bisa dijadikan batasan-batasan kita dalam berbudaya,
karena menghilangkan kebudayaan dalam keragaman masyarakat merupakan hal yang
sulit. Setidaknya dalam batasan ini kita bisa terhindar dari kemusyrikan
dan ibadah-ibadah yang tidak ada
anjuranya dalam al-quran dan hadist. Dan bersudut pandang seperti ini juga
menjadikan kita tetap toleran dengan masyarakat dilingkungan kita, tetap
melakukan dengan niat murni budaya. Sehingga meminimalisir perpecahan ataupun
dikucilkan.
Islam memang agama yang paling baik dari segi ajaranya yang berdasarkan al quran, akan tetapi budaya lebih dulu dalam memeluk masyarakat di Indonesia, bisa dikatakan ketika kita beli baju baru, apabila baju lama masih layak dipakai kemungkinan baju lama akan sulit untuk ditinggalkan, hanya faktor penentu yang akan membuat baju lama tersebut bisa ditinggalkan, seperti ketidaksesuaian dengan kondisi saat ini, dan islam sebagai baju baru hanya perlu mendominasikan dengan baju lama tersebut agar lebih baik dalam segi estetikanya, akan tetapi dari esensi islam yang murni memang berkurang. Dalam istilah budaya ada 7 bulanan, sebenarnya juga tidak ada salahnya, karena diacara tersebut juga banyak kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan, dan dengan acara 7 bulanan tersebut bisa menambah kerukunan dan keakraban dalam masyarakat tersebut dan bisa lebih mendoakan si jabang bayi dalam kandungan, sehingga perlu ditegaskan kembali, meluruskan hal sudah sepatutnya itu lurus memang tidak terlalu untuk diseriuskan, karena hal yang sudah benar apabila dirubah menjadi lebih benar itu belum tentu baik untuk model masyarakat di Indonesia yang penuh dengan kekeluargaan,terimakasih.
BalasHapusTerimakasih mas yuman atas pendapatnya. Yang saya ungkapkan jg spt itu, tp menekankan pada "tidak perlu taklid"
Hapus