Kampus Merdeka? Setidaknya Kami Belajar Memerdekakan Diri Sendiri!



Kali ini, saya ingin sedikit berbagi cerita tentang pengalaman berkesan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Ya, Mengajar di daerah terpencil! Awal ketika saya mendapat pengumuman lolos pada program ini sama sekali tidak ada gambaran bahwa SD penempatan berada di pedalaman kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

 

Saya melaksanakan Program Kampus Mengajar ini di SDN 4 Kalisat Kidul, ekspektasi saya di awal mengira bahwa SD ini hanya di desa pada umunya dan masih terjangkau aksesnya dengan mudah. Ternyata salah. Lokasi SDN 4 Kalisat Kidul berada di pelosok dengan akses yang tidak mudah.

 

Parahnya lagi, akses komunikasi di sini sangat sulit, sinyal GSM berbagai operator tidak ada yang sampai di lokasi ini. Jangankan internet, untuk SMS di SDN 4 Kalisat Kidul mesti naik ke atas bukit agar bisa terkirim. Saya sangat terkesan dengan perjuangan guru-guru di sini, mereka setiap hari mesti menyusuri jalan terjal dengan ancaman bencana longsor. Namun mereka tetap semangat untuk mengajar di sini.

 

Di SDN 4 Kalisat Kidul hanya terdapat 3 kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3 dengan jumlah total 20 siswa. Saya bersama 3 rekan lain, yaitu Faris, Ismi dan Dwi tetap melaksanakan tugas ini  dengan penuh tanggung jawab, kami mengajar dan membantu berbagai hal sesuai jadwal yang di plot oleh kepala sekolah. meskipun lokasi SD penempatan tidak ideal, kami mencoba membiasakan diri dan tetap semangat melaksanakan kegiatan dengan berbagai “life-hack”.

 


Namun pelosoknya SDN 4 Kalisat Kidul juga menjadi berkah, sebab sejak awal pandemi, dusun ini tetap menjadi zona hijau dan proses kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa dengan prokes sesusai anjuran.

 

Setiap kami berangkat, disaat memasuki jalanan terjal menuju SD, kami mesti mengurangi tekanan ban sepeda motor agar memiliki grip maksimal ke jalan terjal yang kami lewati, jalan bebatuan licin bercampur lumpur mananti kami setiap hari, belum lagi ketika hujan! Jalanan parah menjadi-jadi.

 

Untuk komunikasi di lokasi, kami menggunakan HT / Radio VHF agar ketika terjadi sesuatu yang darurat kami masih bisa terhubung ke daerah luar. Saya sendiri memiliki lisensi Amatir Radio yang diterbitkan Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan tanda panggil udara atau callsign YD2CLX. Izin ini memungkinkan saya untuk mengoperasikan berbagai perangkat radio di berbagai pita frekuensi dan memancar ke seluruh dunia, izin ini berlaku internasional dan istimewanya, saya bisa mengakses satelit LAPAN dengan izin ini.

 


Saya tergabung di ORARI atau Organisasi Amatir Radio Indonesia dan AMSAT-ID, di organisasi ini sering diadakan latihan EmCom atau emergency communication untuk kebencanaan. Salah satunya emcom melalui fasilitas Satelit LAPAN A2 / IO-86 atau satelit LAPAN-ORARI. Satelit ini dibuat oleh LAPAN bersama dengan rekan-rekan ORARI dengan salah satu misi untuk komunikasi darurat ketika jaringan terrestrial lumpuh.

 

Dengan satelit ini, kami bisa berkomunikasi ke luar negeri tanpa menggunakan jaringan tersetrial / internet sama sekali. Cukup menggunakan HT kecil dengan daya 5 watt, kami bisa berkomunikasi dengan rekan-rekan amatir radio di seluruh Indonesia bahkan Thailand, Filipina, Jepang dan Australia.

 

Dari hal tersebut, munculah ide saya untuk melakukan ujicoba berkirim media pembelajaran dari Jakarta ke SDN 4 Kalisat Kidul menggunakan  SSTV satelit IO-86, spontan saya menghubungi kepala Pusteksat LAPAN untuk meminta aktivasi khusus satelit IO-86. Ketika menegetahui saya ingin melakukan ujicoba berkirim media pebelajaran melalui satelit Lapan, Kepala Pusteksat sangat mendukung dan mempersilakan saya untuk memilih jadwal waktu lintas satelit.

 

Izin aktivasi sudah diberi, kemudian saya meminta salah satu rekan di Jakarta untuk mengirimkan Media pembelajaran yang sudah saya siapkan sebelumnya melalui SSTV. Jadi SSTV atau Slow Scan Television ini berkerja dengan mengkonversi Gambar menjadi suara, kemudian suara tersebut di repeat atau diteruskan melalui Voice repeater satelit IO-86, lalu saya di lokasi menerima suara tersebut yang kemudian di decode menjadi gambar kembali. Gambar tersebut merupakan media pembelajaran yang kami ujicobakan.

 

Ujicoba tersebut berhasil tanpa kendala apapun, meskipun resolusi dari media tersbut rendah, hal tersebut membuktikan bahwa sebenarnya banyak jalan untuk mensiasati tantangan yang ada. Termasuk jaringan  telekomunikasi di pedalaman Indonesia.

 

Yang lebih menyenangkan lagi, ternyata respon guru, kepala sekolah, masyarakat setempat hingga panitia KM dan kemendikbud ristek sangat mengapresiasi ujicoba yang saya lakukan disini. Tidak terpikir bahwa hobi saya bermain radio di rumah bakal berguna ketika saya mengikuti Kampus Mengajar.

 

Tentu hal tersebut sangat berkesan bagi saya, pasca ujicoba tersebut diapresiasi kemendikbud, banyak yang tidak menyangka bahwa saya seorang mahasiswa PGSD. Kampus Mengajar ini benar-benar merubah sudut pandang saya terkait dengan pendidikan di Indonesia. Yang awalnya saya kira segalanya sudah merata, namun ternyata masih banyak kesenjangan yang terjadi di lapangan, dan Kampus Mengajar ini benar-benar membawa perubahan yang masif bagi dunia pendidikan di Indonesia saat ini.

 

Harapan saya, program Kampus Mengajar ini di lanjutkan seterusnya agar semakin banyak siswa yang tersentuk perubahan yang dibawa oleh mahasiswa. Dan semakin banyak mahasiswa yang lebih membumi dan sadar akan kondisi pendidikan Indonesia secara nyata. Dengan kesadaran tersebut, berharap di masa yang akan datang pendidikan Indonesia lebih baik lagi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar