2020, mungkin menjadi
tahun yang Unpredictable, Unstable, dan menjadi garis baru sejarah umat manusia.
Melakukan segala kegiatan dengan segala keterbatasan ruang. Menghirup udara
dengan penuh ke khawatiran. Ya, saya
menulis ini untuk menjadi bagian dari sejarah. Sejarah untuk diri saya sendiri
dimasa depan. Tentang pengalaman yang luar biasa menghadapi situasi yang sulit,
Pandemi Covid-19 di tahun 2020.
Mungkin 2020 tidak
akan jauh dari cerita tentang Diam dirumah, hilang harapan, kekacauan, ketidakpastian,
kecemasan hingga kematian. Meskipun begitu, saya ingin menyimpan pengalaman ini
dalam paragraph, untuk dijadikan benchmark di masa depan atas apa yang sudah
saya lewati saat ini. Ini versi saya.
Cerita diakronik melewati tahun 2020.
Januari, Saya
memulainya dengan kekacauan, melakukan hal “kriminal” yang menjadi awal cerita Panjang
di 2020. Kriminal? Ya, saya mentransmisikan sinyal ke Satelit secara illegal. Mecoba berkomunikasi
melalui satelit LAPAN secara illegal, ini berhasil dan menjadi masalah besar untuk mereka yang paham.
Entah bagaiamana
akhirnya saya bisa menuju ke LAPAN dan bertemu orang-orang yang luar biasa, tidak
pernah terbayangkan sebelumnya, eksperimen ngawur ini bisa mempertemukan saya
pada circle yang tidak akan pernah saya jangkau dengan akses studi saya saat
ini.
Kekacauan ini
saya anggap sebagai jawaban atas kekecewaan masa lalu, dan ternyata memang
benar, doa doa saya dimasa lampau terjawab oleh kesalahan ini. Ya, saya
mendapat akses ilmu tentang hal yang saya sukai secara non-formal, mereka
berbagi ilmu sepenuhnya, berinteraksi dalam hubungan horizontal dimana tidak
ada gap dari latar belakang, semua terbuka, semua mendukung. Sungguh privillage
yang mengesankan untuk fakir ilmu seperti saya.
Februari,
kehidupan masih berjalan dengan normal. Isu virus corona masih menjadi hal yang biasa dan masih menjadi
sesuatu yang jauh di luar sana. saat itu saya masih libur semester, dan sedang
asik-asiknya memanfaatkan hak guna pita frekuensi radio amatir, tiap sore saya
berkomunikasi dengan rekan-rekan di pelosok negeri melalui Voice Repeater
Satelit IO-86 secara legal dengan Callsign YD2CLX. Ya, saya mendapat ijin
tersebut langsung dari Kominfo, Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia
setelah insiden di bulan januari tersebut.
Maret, kasus infeksi
virus corona pertama di Indonesia terdeteksi, pemerintah masih menganggap ini
enteng. Hingga minggu kedua di bulan maret 2020, kasus infeksi Covid makin
menyebar. Kuliah tatap muka diganti dengan perkuliahan online secara jarak
jauh. Mayoritas mahasiswa diseluruh Indonesia melakukan hal yang sama, pemerintah
memberlakukan lock down di beberapa daerah, aktivitas masyarakat terganggu,
perekonomian mulai kacau. Saya pulang kembali kerumah, beradaptasi dengan cara
baru, melakukan pembelajaran secara online dan melakukan rutinitas yang sama terkait
hobi.
April, mulai sedikit
terbiasa dengan keadaan yang serba terbatas. Kegiatan pembelajaran online mulai
membosankan, kebosanan itu saya obati dengan mempelajari hal baru, saat itu
saya di kirimi secara cuma-cuma sebuah modul mikrocontroler oleh rekan saya yang
berkerja di PLN Jawa Barat, ia berharap saya
mempelajarinya dengan maksimal, saya mengeksplorasi mikrokontroler tersebut benar-benar
dari dasar.
Itu membuat saya
betah duduk berjam-jam didepan monitor untuk mendalaminya, kuliah online menjadi
prioritas kedua karena memang banyak waktu senggang disitu. Sangat challenging, karena ini merupakan sesuatu
yang pernah saya hayalkan bersama teman saya razin semasa SMA, terkait dengan mengontrol
sebuah hardware dengan program. Dan benar-benar terealisasikan mendapat
kesempatan untuk mendalaminya.
Disini, saya
sering melihat celoteh teman-teman di sosmed yang mulai tertekan dengan keadaan
yang memaksakan untuk tetap stay dirumah, mulai stress dengan kuliah online. Saya
juga merasakan hal tersebut, tetapi saya lebih memilih untuk mengalihkan perhatian
saya pada hal yang menyenangkan dan asyik untuk diri saya.
Saat itu saya
mulai memplaning kedepan terkait “hidup saya”, mulai menata pikiran, orientasi
dan aksi jika kondisi tidak kunjung membaik. Saya mengambil banyak keputusan, salah
satunya memprioritaskan tujuan dan meninggalkan hal-hal yang membebani saya secara psikis, meninggalkan kegiatan-kegiatan
yang tidak memiliki prospek yang signifikan untuk kedepan, termasuk “relation”
yang stuck.
Mei, sebuah
cerita baru yang menyedihkan. Merasakan vibes bulan Ramadhan yang tidak
menggemberikan sama sekali. Solat tarawih dirumah, iedul fitri yang tidak seperti
biasanya. Tidak ada silaturahmi fisik, semua serba terbatas. Dan selang beberapa
hari pasca lebaran, tante saya meninggal dunia. Mungkin ini bulan paling sulit
untuk keluarga besar.
Juni, Kasus virus
corona semakin parah, kuliah online semester 3 sudah selesai. saya semakin
fokus untuk mengeksplorasi mikrokontroler, tepatnya terkait IoT atau Internet
Of Things, dari modul dan beberapa sensor yang ada saya jadikan sebuah stasiun
cuaca mini. Karya tersebut mungkin biasa-biasa saja bagi mereka yang expert,
tapi impressive bagi saya yang baru pertama kali. Saya posting ke grup AMSAT-ID,
dimana dalam grup tersebut berisi Engineer Satelit, elektronika dan penghobi
radio amatir seperti saya. Di grup tersebut saya posting dan mereka mensupport
saya secara penuh walaupun bagi mereka itu hal yang sangat basic.
Mereka kemudian
memberikan tantangan pada saya untuk menghubungkan stasiun cuaca tersebut ke
dalam APRS atau Automatic Packet Reporting System, yaitu sebuah protokol komunikasi
data melalui radio secara analog. saya terima tantangan tersebut.
Juli, Tantangan rekan-rekan
Amsat-ID saya selesaikan, saya berhasil merakit stasiun cuaca yang memiliki dua
protokol pengiriman data yaitu APRS dan MQTT. Saya dibantu oleh om benny yang
mengajari saya dan mendebug code yang saya buat. Sangat puas, kemudian saya
upload prototype stasiun cuaca tersebut ke akun facebook, selang beberapa menit
postingan tersebut dikomen oleh Pak Aryadi Darwanto, saat itu masih menjabat
sebagai Kepala UPT Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dieng. Ia meminta agar alat
itu juga dipasang di Dieng untuk memantau mbun es yang kerap muncul di Dieng
ketika musim kemarau.
Seketika saya mengiyakan,
kemudian saya sempurnakan dan memasangnya. Untuk data dari stasiun cuaca tersebut
bisa dipantau di beberapa laman seperti web UPT Dieng yang kebetulan kami juga
yang mendevelop di tahun 2019. Selain dari web tersebut, stasiun cuaca di Dieng
ini juga bisa ternpatau melalui aplikasi android yang dikembangkjan oleh teman
saya Razin. Aplikasi “Cuaca Dieng” Sekarang bisa di download di Playstore. Ini salah
satu yang mempermudah wisatawan maupun petani di Dieng memantau suhu dan memprediksi
kedatangan embun es di Dieng.
Respon masyarakat
sangat positif dan beberapa media nasional memberitakan karya kami. Sunggu apresiasi
yang luar biasa bagi saya. Saya sangat puas ketika apa yang saya rakit bisa
bermanfaat bagi orang lain. Rasa puas ini tidak sebanding dengan nominal
apapun.
Agustus, di
bulan ini saya masih sering bolak-balik mengontrol dan menyempurnakan stasiun
cuaca yang saya pasang di Dieng. Dan alhamdulilah mulai optimal dengan
kalibrasi 100% akurat. Di pertengahan bulan Agustus, saya diundang oleh ketua
ORARI Banjarnegara untuk mengisi bimtek komunikasi darurat dalam kebencanaan
melalui Satelit IO-86 A2. Dengan senang
hati saya menyanggupi. Sebelum hari pelaksanaan, Saya menghubungi rekan saya di
Pusteksat LAPAN Bogor yaitu Om Sonny untuk “meminjam” satelit LAPAN untuk
praktek komunikasi saat kegiatan bimtek. Dan alhamdulilah bimtek tersebut berjalan
dengan lancar.
Pengalaman yang impressive
bagi saya, bagaimana tidak? Dengan modal chat Whatsapp saja Banjarnegara pernah
dipinjami satelit milik negara untuk kegiatan bimbingan teknis yang bisa dibilang
receh. Terlepas dari prestis tersebut, yang saya harapkan Banjarnegara semakin
siap untuk menghadapi situasi yang tidak
diinginkan.
September, bulan
kelahiran saya. Genap usia saya 20 tahun di 2020. Tidak ada yang lebih istimewa
selain doa-doa orang tersayang yang berada di dekat saya.
Oktober, virus
corona makin tidak terkendali. Namun aktivitas masyarakat mulai “menormalkan
diri” dengan kampanye dari pemerintah
tentang “New Normal” dengan standar protokol Kesehatan. Di bulan ini saya mendapat
kesempatan untuk menjadi mentor dari adik-adik pramuka dalam kegiatan JOTA,
Jambore On The Air, acara ini dilakukan secara bersaaan secara internasional. Kolaborasi
antara Kepanduan Internasional dengan Amatir Radio Internasional.
Kebetulan di
Indonesia JOTA juga salah satu event yang dinanti, sebab para amatir radio bisa
mengenalkan ragam komunikasi melalui radio dari yang analog basic hingga
melalui satelit. JOTA 2020 saya ditugasi untuk mengajari adik-adik pramuka
untuk berkirim gambar melalui satelit dengan mode SSTV. Peserta disini juga
sangat exited, malah beberapa peserta sebenarnya masih seumuran dengan saya.
November, saya
mendapat kesempatan mengikuti pelatihan relawan Covid-19 tingkat provinsi yang
diselenggarakan di kampus saya sendiri, saya mewakili Orari Banjarnegara untuk
kegiatan ini. Walaupun belum bisa ikut membantu secara langsung dalam penanganan
covid, setidaknya saya bisa memberikan pengertian yang benar tentang pandemic ini
kepada orang di sekitar saya.
Desember, banyak
cerita dan ada satu proyek jangka Panjang yang belum bisa saya publish disini, saat
ini. Desember 2020.
Konklusi:
Memang 2020
adalah tahun yang sulit, tapi hidup adalah pilihan. Bahagia atau tidak hanya diri
kita yang bisa mengontrol. Memang tidak seutuhnya hidup soal kesenangan, fluktuatif!
Tetapi menyikapi apa yang dihadapi adalah kunci.
Mengontrol emosi
dan psikis diri sendiri adalah senjata ampuh untuk tetap survive di situasi
yang tidak jelas. Belajar menghargai perbedaaan, mempelajari perspektif baru. Menimbang
segala sesuatu dari sudut pandang yang luas. Berani mengambil keputusan dengan
segala konsekuensi.
Mereka bilang “jangan
dengarkan kata orang” namun tidak bagi saya, mendengarkan orang lain merupakan kunci! meskipun itu berupa hujatan, cacian atau makian. Sebab benchmark
bisa dibuat dari hal semacam itu. Tentu dengan perspektif yang luas. Bukan subyektif
dari satu sudut pandang di cerna mentah-mentah.
Saya menulis ini
untuk diri saya di masa depan, untuk melihat progress apa yang terjadi setelah
melewati 2020. Apakah bisa semakin baik? Atau sebaliknya. Pada intinya, saya sangat bersyukur di masa
sulit seperti ini saya masih bisa hidup, berkumpul dengan keluarga dan masih
bisa melakukan aktivitas yang membuat diri saya semakin merasa kurang. Semakin haus
dan semakin semangat untuk mengeksplor hal-hal baru.
Terimakasih 2020,
apapun yang akan terjadi, pasti terjadi. 2021 menanti. Havid Adhitama 31 Desember
2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar