Personal Branding Dengan Menjual Agama?




Di usia saya yang saat ini 18 tahun, memang belum memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas dan tidak bisa disetarakan pemikranya dengan orang yang lebih senior. Tetapi, mungkin tidak banyak orang di usia ini merasakan dan melakukan apa yang saya lakukan.  belakangan ini saya selalu ingin tahu dan melakukan riset-riset kecil untuk melihat pola kehidupan di sekitar saya.

Pola-pola tersebut terkait dengan banyak hal, seperti dalam kehidupan dirumah, disekolah dan bermasyarakat. Saya sering menanyakan sikap dan konklusi kepada teman-teman dekat saya ketika menghadapi masalah. Entah mereka paham yang saya lakukan ataupun tidak, kadang saya menanyakan bagaimana sikap mereka ketika menghadapi suatu masalah yang umum semisal masalah mereka dengan orang tuanya dan bagaimana mereka menyelesaikanya.

Jawaban-jawaban mereka beragam, ada yang kukuh dengan egonya, ada yang memikirkan dengan matang segala keputusanya ada pula yang bodoamat dengan situasi. Terlepas dari segala konklusi tersebut, saya sangat berterimakasih kepada teman yang senantiasa sabar dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Dari jawaban kalian saya bisa belajar banyak hal tentang pola pikir, dusut pandang dan membaca situasi.

Semua itu tidak terlepas dari tujuan saya mempelajari pola, interaksi dan situasi untuk mengasah intuisi diri agar lebih peka dengan lingkungan dan bijak dalam mengambil banyak keputusan ataupun bertindak. Karena di masa ini, saya merasa banyak hal yang harus dipelajari sebelum terlambat untuk urusan dunia ataupun akhirat.

Diatas merupakan latar belakang saya untuk menulis artikel ini, yaitu personal branding dengan menjual agama. Sebelum anda membaca ini pastikan terlebih dahulu anda membuka pikiran dengan sudut pandang yang luas, bahwa perlu diingat ini adalah opini saya, Havid Adhitama.
Nahh, sebenarnya saya ingin memaparkan apa yang saya amati selama ini dan tentunya mengganjal dalam benak saya, yaitu fenomena hijrah snob. Hijrah snob secara bahasa berarti

hijrah /hij·rah / 1 v berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya)
snob n 1 orang yang senang meniru gaya hidup atau selera orang lain yang dianggap lebih daripadanya tanpa perasaan malu; 2 orang yang suka menghina dan meremehkan orang lain yang dianggap lebih rendah daripadanya; orang yang merasa dirinya lebih pintar daripada orang lain (kbbi)

atau dengan kata lain hijrah snob yaitu orang yang hijrah menuju ke hal yang lebih baik TETAPI memiliki maksud lain entah itu pencitraan, ataupun hanya mengikuti tren.

Sebenarnya bukan ranah saya untuk menilai seseorang yang hijrah tersebut adalah snob atau memang lilahita’ala untuk menggapai jalan kebaikan. Tetapi sekali lagi ini merupakan opini saya dan manifestasi kepedulian saya dengan teman-teman agar terhindar dari hal semacam ini.

Tidak ada yang salah sebenarnya pada orang-orang yang hijrah tersebut, karena mereka memang benar-benar menuju hal yang baik (bagi yang memang lilahita’ala). Namun, kadang niat merekalah yang kadang menyimpang, bukan tersesat tapi menyimpang. Bentuk nyatanya? Yaitu yang semulanya berhijrah  karena Allah Swt. tetapi goyah di tengah jalan karena pujian orang disekitarnya. Mereka dipuji dan di elu-elukan karena menggunakan label baru pada dirinya yaitu sesorang yang sedang berhijrah. Pujian itu membuat lalai dan mendorong pribadi tersebut untuk senantiasa berbuat baik namun disertai keinginan agar di puji.

Hal tersebut yang sangat rentan, perilaku Riya’.  Riya’ memang tersirat, hanya yang melakukan yang mengetahuinya. Dari luar sama-sama berbuat kebaikan namun niat dalam hatilah yang membuat hal ini berbeda.

Ilmu saya perkara agama memang tidak seluas mereka-mereka, sedikit-sedikit saya mempelajarinya karena itu memang kewajiban saya sebagai muslim. Yang membuat saya semakin merasa aneh adalah kenapa untuk berbuat baik dijalan Allah harus disertai label “saya sedang berhijrah” seketika merubah penampilan dan mengganti subyek saya-anda menjadi Antum-Anna atau Mas-Mba menjadi Akhi-Ukhtyy lalu seketika julid melihat temanya yang sedang dalam hal keduniawian.

Subhanaloh, apakah saya barusan juga sedang julid? Sepertinya iya. Tetapi saya yakin banyak yang setuju dengan pendapat saya, oke tidak masalah untuk perkara penampilan dalam berpakaian dan unggahan status di sosmed perkara hal agama. Karena pakaian yang syar’i dan berdakwah adalah kewajiban setiap muslim termasuk saya.

Namun, kenapa harus memakai label “saya sedang berhijrah” untuk itu? saya yakin, setiap orang sebenarnya selalu berusaha menggapai kebaikan namun mereka menjalaninya denga keseharian yang biasa saja yang terpenting adalah memiliki progress setiap fasenya menuju lebih baik. Tidak perlu menampilkanya di publik dengan hal-hal yang dibilang syar’i banget dan merasa orang di lingkunya adalah lingkungan yang auto masuk neraka karena senantiasa hanya mengejar dunia.

Riya’ ini memang mengerikan, dalam hadist pun disebut lebih dari fitnah dajjal. Dunia ini memang penuh tipu daya, banyak yang berpenampilah sholeh ataupun sholehah yang sebenarnya sebagai upaya personal branding, meningkatkan citra perkara agama. Karena dimanapun itu isu agama adalah isu yang paling popular untuk dibahas, dari politik, ekonomi, hingga masalah percintaan.

Yang saya lihat di sekitar saya ternyata lebih mengerikan, mereka melabelkan diri “sedang berhijrah” ternyata hanya untuk menggaet simpati lawan jenis. Uhh, apalagi setelah mereka mengikuti seminar tentang pembinaan rumah tangga yang islami, yang berisi  ajakan nikah muda dan anti pacaran. Saya setuju dengan itu, tetapi menyikapinya dengan biasa saja. Tidak perlu overhype.

Overhype yang saya maksud disini yaitu yang sebelumnya pacaran tiba-tiba putus dan melabelkan dirinya sedang berhijrah, yang kemarinya mengunggah setatus tentang pacarnya kemudian berubah menjadi ayat al-isra ayat 32? Tapi di whatsapnya masih saja chatingan dengan santainya, hanya saja berbeda judul dan style “kami sedang Taaruf” wohhoo pacaran Arabic style.

Astaghfiruloh haladzim, semoga ini bisa menyadarkan teman-teman yang ingin berniat seperti itu, dan terhindar dari hal semacam ini. Saya tidak menyalahkan perkara hijrahnya, tetapi Snobnya. Semoga teman-teman yang berhijrah bisa menempatkan dirinya dengan baik, melakukan amalan-amalan wajib dan sunah dengan rahasia dan bersikap Tawadhu agar bisa menapai ridho allah yang seutuhnya.
Sayapun masih hina dan tidak memiliki hak untuk menilai seseorang untuk perkara seperti ini, tetapi saya memberanikan diri untuk menulis ini. Karena saya peduli pada teman-teman.

Artikel Ini Sudah Terbit Di Koran Harian Satelite post 27 Mei 2019


6 komentar:

  1. Mantap mas saya suka sekali sangat menginspiratif bagi kaum kaum seperti saya ini

    BalasHapus
  2. Mantab mas, besok saya bawakan menyan buat sesembahan haha

    BalasHapus
  3. Ya.. apapun itu alasannya, menjual agama itu ya ga bener.. :D

    BalasHapus