Apakah kesenjangan bagian dari keteraturan alam?

 


Apakah kesenjangan bagian dari keteraturan alam? Pertanyaan ini tiba-tiba terlintas ketika sedang scrolling story instagram, secara kebetulan saya diperlihatkan postingan teman selepas wisuda, kemudian teman saya yang lulusan SMA sedang menyeting motor offroadnya. Seketika terlintas apakah ini yang dimaksud dengan allah maha adil? Semua bergerak sesuai dengan jalanya tanpa harus melalui patern yang sama. Semua bahagia dengan versinya.

 

Salah satu hal yang membuat saya yakin bahwa kehidupan ini bukanlah sebuah kebetulan adalah berkaitan dengan keteraturan alam, sepintas mungkin biasa saja. Tetapi ketika kita memperhatikanya lebih detail, banyak pertanyaan muncul seperti kenapa jari kita lima? kenapa anatomi tubuh kita seperti ini? Kenapa kita bisa berjalan dan berlari? Bahkan berpikir dan berkreasi!

 

Ini terlalu sempurna jika diasumsikan kehidupan adalah sebuah kebetulan, lebih luas lagi jika melihat perihal siklus air, siklus udara, rotasi bumi hingga evolusi tata surya di alam semesta. Semuanya tersusun tanpa celah, kecacatan yang kita lihat ternyata bukanlah “kegagalan produksi” melainkan bagian dari tujuan, sebagai kontrol dan juga refleksi agar kita semua bisa melihat versi sempurna dengan membandingkanya.

 

Saya pernah membaca sebuah kutipan dari Alan Watts (1915–1973) "We cannot be more sensitive to pleasure without being more sensitive to pain."  Kita tidak bisa lebih peka terhadap kesenangan tanpa lebih peka terhadap rasa sakit. Ini mungkin relevan dengan apa yang saya tanyakan, sebab untuk memahami “keteraturan” ini, kita mesti merasakan “kekacauan” atau bahkan “ketidakadilan” terlebih dahulu, kemudian perlahan kita bisa menerimanya dan memahami bahwa apa yang gagal kita capai, tidak kita terima adalah bagian dari kontrol dalam keseimbangan ini.

 

Dari hal demikian, saya semakin yakin bahwa apa yang sedang saya hadapi dan apa yang sedang saya miliki pasti memiliki peran, posisi dan makna. Terdengar membuang-buang waktu untuk memikirkan hal seperti ini, namun saya rasa semua saling berkaitan dan terlalu sayang jika pengalaman seperti ini tidak dimaknai dan lewat begitu saja. Saya juga meyakini bahwa momen seperti ini merupakan bagian dari Allah mengingatkan diri saya akan eksistensi sebagai manusia.

 

Keteraturan alam ini tidak sempit terbatas pada orbit bumi dan siklus kosmik, akan tetapi kesenjangan sosial juga termasuk. Semua orang tidak ditakdirkan kaya agar perputaran ekonomi bisa berjalan, ada yang memiliki posisi sebagai leader, ada juga yang sebagai karyawan. Ada yang dilahirkan kaya dan ada juga yang dilahirkan dengan penuh perjuangan. Mungkin akan ada yang berpendapat bahwa status ekonomi bisa dipilih dengan hal semacam distribusi kekayaan dan mobilitas sosial, namun konsep ini tidak relevan jika kita memandang dari privilege seseorang pasca lahir. Semua memiliki plus minusnya tersendiri, ada yang menganggapnya sebagai ketidakberuntungan, tetapi ini semua adalah bagian dari tatanan keteraturan tadi. Susuatu yang tidak bisa kita hindari.

 

  

Berubah? Tentu saja bisa, akan tetapi pola perubahan yang mesti dihadapi bukanlah sesuatu yang instan, semua sesi memiliki proses yang panjang dan satu hal yang tidak bisa kita ingkari terhadap keinginan dalam sebuah perubahan ini, yaitu kehendak tuhan. Ini terlihat diluar kontrol, tetapi ini yang saya yakini sebagai kunci dalam “perubahan” tersebut. Motivasi perubahan ini bisa  dari eksternal maupun internal, Jika mengulik dari pendapat Charles Darwin, semua yang bertahan adalah mereka yang adaptif terhadap perubahan.

 

Konklusi dari semua ini adalah bagaimana kita memaknai setiap fase yang kita hadapi dan mensyukuri apa yang kita miliki. Dengan memahami apa yang sedang terjadi, kita bisa lebih ikhlas dalam menerima kondisi-kondisi yang mungkin dirasa sebagai “ketidakberuntungan”. Allah yang maha adil selalu memosisikan diri kita dalam fase dan kondisi yang benar, tinggal bagaimana kita merespon dan peka terhadap “Keteraturan” alam ini.

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar