Moderatisme dalam Beragama, Sebuah toleransi atau Dekadensi?


Keragaman di Indonesia merupakan salah satu bukti akan kekayaan yang ada dalam masyarakat, ribuan suku bangsa dari Sabang hingga Merauke melahirkan berbagai kebudayaan yang menjadikan golongan di setiap tempat selalu berbeda,  perbedaan inilah yang  mendasari akan pluralisme, dan pluralisme juga yang memunculkan konsep Islam Moderat dalam keberagaman dengan lingkup yang lebih sempit yaitu kehidupan beragama islam.

Namun, sebelum Islam masuk ke nusantara, masyarakat sudah memiliki kebudayaa tersendiri yang dibawa oleh nenek moyang yaitu animisme dan dinamisme, kemudian berlanjut pada kebudayaan Hindu-Budha yang hingga saat ini masih bisa kita temui dengan mudah.  faktor-faktor tersebut ternyata masih berpengaruh hingga saat ini walaupun Islam sudah menjadi agama mayoritas di Indonesia. Salah satunya yaitu tentang kebudayaan kejawen atau sifat laku orang jawa dalam memandang hidup yang kadang masih dipadukan dengan ibadah dalam islam.

Dan  pada artikel ini, saya akan membahas tentang batasan berperilaku toleran dalam menghargai kebudayaan hingga batasan moderatisme.

--------------------------------------------

      Islam Moderat dan Tujuanya


Secara harfiah, moderat berarti tengah-tengah yaitu serapan dari kata moderation dalam bahasa inggris.jadi secara bahasa, islam Moderat adalah islam tengah-tengah. Yang dimaksud tengah-tengah disini bukan menjalani perilaku islam secara setengah-setengah, namun lebih merujuk pada sifat toleran pada lingkungan dan keadaan sosial yang ada.

Islam Moderat juga disebut sebagai islam Nusantara karena dalam ajaranya masih terpengaruhi budaya-budaya lokal. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena sebelum kedatangan islam, mayoritas  rakyat nusantara menganut animisme dan dinamisme dan juga proses masuknya islam yang disebarkan oleh para wali tidak lepas dari sinkretisme dengan kepercayaan dan kesenian lokal.

Pada hakikatnya, refrensi beragama hanya bersumber pada al-quran dan hadist, namun pada praktiknya dilapangan ibadah yang diatur mengalami perubahan dan penyesuaian. Hal ini sebenarnya kurang tepat karena bisa dikatakan sebuah penyimpangan dan mengada-adakan hal yang tidak dianjurkan.
Tetapi disisi lain islam di Indonesia memang bukan agama yang pertama kali dianut oleh mayoritas masyarakat, islam datang setelah adanya kepercayaan animisme dan dinamisme yang sudah ada sejak ribuan tahun sebelum islam ada, tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal yang berbau mistik dan sryirik masih kental di Indonesia.

Karena keberagaman di Indonesia sangatlah kaya, maka dari itulah konsep moderatisme dalam islam muncul. Pemikiran ini di dasari oleh perbedaan perbedaan yang bisa dikatakan merupakan rahmat, walaupun dalam al-quran dan hadist tidak ada rujukan tentang islam moderat, tetapi dalam islam perilaku toleransi dan menjunjung perbedaan dicontohkan langsung oleh rasulallah. Dalam ayat-ayat al-quran pun menghargai umat lain banyak dikisahkan tetapi hal yang harus digaris bawahi yaitu perkara iman dan ibadah, seperti pada surat Al-kafirun ayat 6

Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِينِ
Yang artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"
Namun, dalam lingkup islam moderat ataupun islam Nusantara tafsir “agamamu” bukan merujuk pada agama samawi lain yang sekarang di Indonesia diakui secara resmi, tetapi lebih merujuk pada kepercayaan nenek moyang dengan perilaku adatnya yang sekarang banyak tercampur aduk dengan ibadah islam yang bersumber pada al-quran dan hadist.

Intisari dari berperilaku moderat dalam islam disini yaitu agar kerukunan antar umat islam tetap terjaga walaupun kita tahu sangat banyak perbedaan pendapat tentang tafsir-tafsir al-quran hingga mazhab yang dianut. Berperilaku moderat juga menghindarkan diri kita dari ekstrimisme dan kejahiliahan yang ada.

Namun yang sangat disayangkan pada era sekarang, dimana informasi sangat terbuka dan mudah diakses, pemikiran tentang menuju islam yang lebih baik malah terkesan berhenti, sebab seharusnya pengetahuan kita sekarang lebih baik daripada  pengetahuan masyarakat indonesia pada awal memeluk islam. Namun nyatanya dulu dan sekarang banyak yang masih sama dan tidak bergerak menuju islam yang murni. Kenapa saya mengatakan tidak menuju pada islam yang murni? Karena sekarang masih banyak ajaran-ajaran sinkretis budaya  yang dulu dipakai wali untuk menyebarkan islam secara damai namun kini bukanya ditekankan pada aqidah malah dikembangkan aspek budayanya, seakan kita bergerak menuju jaman dahulu di era ketidaktahuan akan ilmu agama. Dan maka dari itu saya akan membahas tentang batasan-batasanya.



2 komentar: